• www.berasx.blogspot.com

  • www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

susu

  




Susu yaitu  sekresi ambing hewan yang diproduksi dengan tujuan 

penyediaan makanan bagi anaknya yang baru dilahirkan. Karena berfungsi 

sebagai makanan tunggal bagi mahluk yang baru dilahirkan dan mulai tumbuh, 

susu mempunyai nilai gizi yang sempurna. Dalam susu ada  semuia zat gizi 

yang diperlukan bagi kebutuhan pertumbuhan anak.  

Pada umumnya yang disebut susu yaitu  susu sapi, yang berasal dari jenis 

sapi perah FH (Friesian Holstein), yang berwarna putih totol hita,, atau hitam totol 

putih. Secara alami sisi merupakan suatu emulsi lemak dalam air. Kadar air susu 

sangat tinggi yaitu rata-rata 87.5 %, dan di dalamnya teremulsi ber bagai zat gizi 

penting seperti protein, lemak, gula, vitamin dan mineral.  

Susu merupakan sumber protein dengan mutu yang sangat tinggi, dengan 

kadar protein dalam susu segar 3.5 %, dan mengandung lemak yang kira-kira 

sama banyaknya dengan protein. Karena itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai 

tolak ukur mutu susu, karena secara tidak langsung menggambarkan juga kadar 

proteinnya. Beberapa jenis sapi perah, khususnya dari Bos Taurus misalnya Jersey 

dan Guernsey mampu memproduksi susu dengan kadar lemak mendekati 5 %.  

Gula dalam susu disebut laktosa atau gula susu, kadarnya sekitar 5 - 8 %. 

Laktosa memiliki daya kemanisan sangat rendah, yaitu hanya 16 % daya 

kemanisan sukrosa. Laktosa merupakan senyawa yang banyak dipakai  dalam 

pembentukan sel otak, khusunya bagi anak-anak usia di bawah 7 tahun, agar 

jumlah maupun perkembangan sel otaknya berlangsung dengan normal dan 

lancar. 

Mineral yang banyak ada  dalam susu yaitu  kalsium dan posfor. 

Kedua mineral ini  penting bagi pertumbuhan tulang. Sehingga bagi bayi dan 

anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, susu merupakan sumber mineral 

yang penting.  

Mineral lain seperti klorida, kalsium, magnesium dan natrium terlarut 

dalam air. sedang  sebagian kalsium posfat dan protein tidak berada dalam 

larutan murni, tetapi dalam bentuk dispersi koloid (kalsium posfat kaseinat) yang 

menyebabkan susu terkesan berwarna putih opaque. 

Vitamin yang tinggi ada  dalam susu yaitu  niasin dan riboflavin. 

Karena tingginya kandungan riboflavin, susu tanpak berwarna kehijau-hijauan.  

Jika terkena sinar matahari langsung, riboflavin dalam susu cepat rusak. 

 

1. PASTEURISASI SUSU   

Susu sangat sedikit (bila tidak boleh dikatakan tidak ada) yang dijual 

benar-benar segar, yaitu langsung dari ambing sapi perah. Hal ini karena adanya 

kemungkinan pencemaran atau kontaminasi oleh berbagai bakteri patogen, seperti 

bakteri penyebab typus, diphteri, radang tenggorokan dan tbc. Karena alasan 

ini  maka susu yang akan dijual sebelumnya dipanaskan secukupnya sehingga 

seluruh bakteri patogen yang mungkin ada  di dalamnya dapat dimusnahkan. 

Proses pemenasan ini  disebut pasteurisasi. Pada umumnya proses 

pasteurisasi dilakukan dengan mamanaskan susu pada suhu 62 oC selama 30 

menit. Bila ingin lebih cepat dapat dipakai  suhu 72  oC selama 15 detik. 

Meskipun bakteri patogen sudah dimusnahkan, tetapi bakteri non patogen, 

terutama bakteri pembusuk masih hidup. Jadi susu pasteurisasi, buka merupakan 

susu awet. Dalam penyimpanannya, biasanya susu pasteurisasi digabungkan 

dengan metode pendinginan.  

Untuk memperpanjang daya simpannya, susu pasteurisasi disimpan pada 

suhu maksimal 10 oC, lebih dingin lebih baik. Pada suhu ini  mikroba 

pembusuk meskipun tidak mati, tetapi tidak dapat tumbuh dan berkembang.  

Pada saat pasteurisasi, bukan hanya bakteri patogen yang mati, tetapi 

beberapa jenis enzim juga dimatikan. Enzim yang terpenting yaitu  posfatase. 

Enzim ini  memiliki daya tahan panas yang sedikit lebih tinggi daripada 

bakteri patogen penyebab tbc. Karena itu, untuk mendeteksi apakah proses  

pasteurisasi sudah cukup atau belum, dilakukan tes atau uji posfatase. Bila uji 

posfatase negatif, proses pasteurisasi sudah baik atau cukup.  

Pada umumnya di Industri pengolahan susu, proses pasteurisasi terdiri atas 

tahap-tahap sebagai berikut : penerimaan susu segar, pencampuran dan 

pemanasan, penyaringan, homogenisasi, pasterurisasi, pendinginan dan 

pengemasan. 

 

Penerimaan Susu 

 Biasanya susu segar diperoleh dari pemerahan yang dilakukan selama 2 

kali yaitu pada pagi dan sore hari. Susu segar yang diterima dari pemerahan sore 

dimasukkan ke dalam tangki pendingin dan digabungkan dengan susu segar yang 

diterima hasil pemerahan pagi hari berikutnya. Sebelum diolah, susu segar diuji 

lebih dahulu, yang meliputi uji alkohol, berat jenis, pH dan kadar lemak. Hasil uji 

alkohol harus menunjukkan negatif (tidak pecah, jika dicampur alkohol 70% 1 : 

1), berat jenis minimal 1.028, pH 6.5 – 6.8 dan kadar lemak minimal 2.8 %.  

 

Pemanasan dan Pencampuran 

 Tahap ini diperlukan untuk menyeragamkan susu dan dapat dicampur 

bahan lain seperti gula atau perasa/pewarna makanan, dengan cara dimasukkan ke 

dalam tangki yang berpengaduk (agotator) dan dapat diatur suhunya. Susu dalam 

tangki mula-mula dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 50 – 60 oC dengan 

tujuan untuk menginaktifkan enzim lipase yang menyebabkan susu menjadi 

tengik. Selanjutnya susu dialirkan ke tangki penyaring (filter tank), untuk 

menisahkan padatan dan kotoran yang mungkin masih ada  dalam susu.  

 

Homogenisasi 

 Tujuan utama proses homogenisasi pada pengolahan susu yaitu  untuk 

memecahkan butiran-butiran lemak yang sebelumnya berukuran 5 mikron menjadi 

2 mikron atau kurang. Dengan cara ini susu dapat disimpan selama 48 jam tanpa  

terjadi pemisahan krim pada susu. Proses homogenisasi terjadi karena adanya 

tekanan yang tinggi dari pompa pada alat homogenizer. 

 Susu yang telah dihomogenisasi selanjutnya ditampung dalam  tangki 

penampungan, selanjutnya dialirkan menuju tangki pemanas (pasteurizer) 

melewati plate heat exchanger. Suhu keluaran produk dari alat ini dapat mencapai 

suhu 80 – 85 oC dan mengalir menuju tangki pasteurisasi.  

 

Pasteuriasi 

 Proses pasteuriasi dilakukan umumnya memakai  metode HTST (High 

Temperature Short Time) yaitu dengan pemanasan 80 – 90 oC selama 15 detik. 

Selanjutnya susu akan melewati plate cooler sebelum ditampung ke TANGKI 

penampungan akhir (surge tank). 

 

Pendinginan 

 Proses pendinginan dilakukan untuk menurunkan suhu secara cepat dari 

suhu 80 – 90 oC menjadi 5 – 10 oC sehingga dapat menghambat pertumbuhan 

bakteri pembusuk. Pendinginan biasanya dilakukan dengan melewatkan susu ke 

serangkaian plate cooler. 

 

Pengemasan  

 Dari plate cooler susu dialirkan ke tangki penampungan akhir yang 

biasanya diletakkan pada tempat yang tinggi (sekitar 3 m dari lantai). Susu yang 

akan dikemas dialirkan melalui keran dengan bantuan gaya gravitasi. Susu 

pasteuriasi dapat dikemas dalam kantong plastik, polycap atau dikemas dalam 

tetrapack. Setelah dikemas, susu pasteuriasi disimpan pada suhu 0 – 15 oC. 

 

  

2. SUSU KENTAL MANIS 

 Susu kental manis atau biasa disebut sweetened condensed milk yaitu  

susu segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan 

sebagian airnya dan kemudian ditambahkan gula sebagai pengawet. Susu kental 

manis dapat ditambah lemak nabati dan vitamin. Susu kental manis dapat juga 

tidak dari susu segar atau susu evaporasi, yang disebut susu kental manis 

rekonstitusi. Susu kental manis rekonstitusi terbuat dari bahan-bahan seperti susu 

bubuk skim, air, gula, lemak, vitamin dan lain-lain, sehingga diperoleh susu 

dengan kekentalan tertentu. 

 Pada pembuatan susu kental manis yang asli, pertama-tama susu 

dipanaskan pada suhu 65 – 95 oC selama 10 – 15 menit dengan tujuan membantu 

menstabilkan susu selama penyimpanan dan membunih mikroba patogen dan 

enzim. Selanjutnya ditambah gula sampai konsentrasinya mencapai 62.5 %. 

Selanjutnya susu diuapkan dengan evaporator vakum pada tekanan 47 mmHg dan 

suhu 51 oC,  sampai diperoleh kekentalan yang dikehendaki atau total padatan 

telah mencapai 70 – 80 persen bahan kering, dengan kadar air 20 – 30 persen. 

Selanjutnya diisikan ke kaleng dan dilakukan penutupan. 

 Pengolahan SKM di negara kita  banyak dilakukan dengan cara rekonstitusi, 

yaitu mencampurkan kembali bahan-bahan baku SKM hingga membentuk emulsi 

susu yang manis dan cukup kental. Untuk memperoleh susu yang lebih kental, 

dilakukan penguapan sebagian air dari campuran ini . Dengan cara 

rekonstitusi, jumlah air yang harus diuapkan pada pembuatan SKM jauh lebih 

sedikit, karena total padatan yang diperoleh dari hasil penggabungan kembali 

(rekonstitusi) telah mencapai 70.7 – 70.9 persen. 

 Tahap-tahap pembuatan SKM dengan cara rekonstitusi meliputi : 

pancampuran bahan-bahan, penyaringan, homogenisasi, pasteuriasi, pengentalan 

dan pengalengan. sedang  bahan baku yang dipakai  yaitu  air, susu bubuk 

skim, lemak susu atau lemak nabati, gula pasir dan vitamin-vitamin. 

  

3. LEMAK SUSU  

 Sebelum susu sapi dibuat menjadi mentega perlu lebih dahulu lemaknya 

dipisahkan dari komponen utama susu yang lain. Tergantung jenis ternaknya, 

kadar lemak susunya sangat bervariasi yaitu dari 2.5 sampai 5 persen berdasar  

berat basah. Di samping lemak, susu sapi segar merupakan sumber protein sekitar 

3 persen, dan karbohidrat (laktosa) seitar 5 – 6 persen. Susu juga merupakan 

sumber phospor dan kalsium tetapi rendah besinya, di samping vitamin A (dalam 

lemak), serta vitamin-vitamin lainnya.   

 Susu merupakan emulsi lemak dalam air, lemaknya berbentuk droplet, 

atau globula atau butir-butir dengan diameter antara 3 – 6 mikron, bahkan ada 

yang sampai berukuran 10 mikron, tergantung jenis ternaknya. Suatu contoh jenis 

sapi Jersey dan Guernsey menghasilkan globula lebih besar dari sapi Holstein. 

Butir-butir lemak dilapisi oleh emulsifiere, sehingga dapat larut dalam air.  

 Lemak dalam bentuk butir-butir ini , karena bersifat lebih ringan, 

cenderung naik ke permukaan, kejadian ini  disebut “creaming”.  

 Sedang “cream” yang sering disajikan bersama minuman kopi panas, 

yaitu  susu yang tinggi kadar butiran-butiran lemak yang mengapung ke atas. 

Semakin tinggi lemaknya semakin kental susu atau cream ini .  

 Sedang pada susu domba/kambing, butiran-butiran lemak begitu kecil 

sehingga tidak mudah menuju ke permukaan, karena itu susu domba tidak pernah 

mengalami “creaming”.  

 Buttermilk, merupakan cairan yang tertinggal bila cream atau susu dikocok 

(churned) dan telah diambil lemaknya, rasanya dapat manis dan asam. Buttermilk 

sangat mirip dengan susu skim tetapi masih mengandung phospolipida dan protein 

yang berasal dari membran globula lemak.  

 

 

4. MENTEGA  

 Kata mentega selalu berkaitan dengan susu sapi, jadi mentega itu yaitu  

produk minyak hewani, bukan produk nabati. Inilah bedanya mentega dengan 

margarine. Margarine yaitu  produk tiruan mentega yang dibuat dari minyak 

nabati, jadi dapat berasal dari minyak kelapa, kelapa sawit, minyak kedelai, 

jagung dan sebagainya.  

Mentega diperoleh dan dibuat dari cream melalui proses yang disebut 

“churning”. Cream ini  diaduk dan dikocok, sehingga menghancurkan lapisan 

membran yang menyelubungi butir-butir lemak. Terjadilah pemisahan dua phase; 

yaitu fase lemak terdiri dari lemak mentega, dan phase air yang melarutkan 

berbagai zat yang ada  dalam susu. Gumpalan-gumpalan lemak susu 

dipisahkan bagian lain dan dicuci dengan air dingin yang beberapa kali diganti 

dengan air baru untuk menghilangkan susunya. Mentega biasanya diberi garam, 

dan hal ini untuk mengeluarkan air yang tersissa dalam lemak susu (Butter fat).  

 Mentega biasanya mengandung air 15 persen, sebagian dari jumlah tersbut 

dalam bentuk teremulsifikasi.mentega harus memiliki kadar lemak minimal 80 

persen. Tingginya kadar air dalam mentega menyebabkan mentega mudah 

menjadi tengik bila disimpan pada tempat yang hangat. Salah satu asam lemak 

yang dilepaskan yaitu  asam butyrat, berantai pendek, mudah menguap dan 

berbau tidak enak.  

 

Jenis Mentega  

 Berbagai jenis mentega dapat ditemukan di berbagai toko makanan dan 

supermarket. Jenis menteganya sendiri banyak dipengaruhi oleh asam creamnya 

serta variasi pengolahan selama pembuatan mentega ini , sehingga 

menghasilkan jenis mentega yang beraneka ragam dan dapat dikelompokkan 

menjadi sebagai berikut :  

  

1. Mentega dibuat dari Pasteurized Cream atau unpasteurized Cream.  

2. Mentega yang dibuat dari cream yang diperam (ripened cream) atau yang 

tidak diperam.  

3. Mentega yang digarami atau yang tidak digarami. 

4. Mentega yang dibuat dari sweet cream, atau sour-cream.  

5. Mentega yang dibuat yang tidak mengalami penyimpanan (segar) dan yang 

telah mengalami penyimpanan.  

6. Mentega yang dibuat di peternakan (dairy butter) atau di pabrik (creamery-

butter).  

Dari berbagai golongan ini  dapat menghasilkan berbagai butter atau 

mentega yang beranekaragam, misalnya Pasteurized cream dapat berasal dari 

sweet atau sour-cream, demikian juga halnya dengan unpasteurized cream. 

Biasanya mentega dari upasteurized cream memiliki flavor yang tajam, sampai 

berbau tengik.  

Mentega yang digarami biasanya memiliki flavor yang lebih jelas,  lebih 

tajam daripada yang tidak digarami. Penambahan garam yang diberikan biasanya 

sekitar 2 ½ persen. Mentega yang tidak bergaram berasa manis, karena itu sering 

disebut sweet-butter, sweet-butter tidak selalu dibuat dari sweet cream.  

Sweet-cream butter, dibuat dari cream yang mengalami “churning”, 

dengan derajat keasaman tidak melampaui 0.20 persen, dihitung sebagai asam 

laktat. Seang cream yang memiliki derajat keasaman lebih dari 0.20 persen 

disebut cream asam (sour cream).  

Fresh-butter, yaitu  mentega yang tidak mengalami perlakuan 

penyimpanan pada suhu beku, dan umurnya tidak lebih dari 3 minggu. Sedang 

cold-storage butter, yaitu  mentega yang telah mengalami penyimpanan dingin  

pada suhu sekitar 00F (-17.70C). Sebaiknya disimpan antara satu sampai enam 

bulan.  

 

Pengolahan  Mentega   

 Sebagian besar mentega dipasarkan secara luas termasuk yang diekspor 

atau diimpor yaitu  mentega pabrik (creamary butter).  

 Para petani sering bertindak sebagai pengumpul cream yang dijual ke 

pabrik dengan harga berdasar  mutunya yang dicek dari keasaman, flavor, 

aroma, serta adanya benda asing dalam cream.  

 Pada prinsipnya mentega yang bermutu tinggi tidak dapat dibuat dari 

cream yang telah rusak,  busuk dan kotor.  

 Hanya sebagian kecil saja dari mentega dibuat dari sweet cream,  sedang 

sebagian besar mentega dibuat dari cream yang telah diperam. Garam biasanya 

ditambahkan sampai mencapai kadar 2.5 – 3.0 persen. berdasar  standar 

mentega yang ada di pasaran internasional yaitu  kadar lemak minimal 80 persen. 

Sedang sisanya terdiri dari butter milk, air, bahan kering susu. Pemeraman cream 

sering dilakukan untuk menghasilkan flavor yang kuat dengan penambahan   

starter : Streptococcus lactis dan Streptococcus citrivorus serta Streptococcus 

parasiticus. Meskipun flavor mentega terdiri dari banyak komponen tetapi yang 

terpenting yaitu  diacetyl. Diacetyl diproduksi oleh Streptococcus sp. ini  

dari asam sitrat demikian halnya dengan asam laktat dan propionic acid dan asetic 

acid dari laktosa.  

 Mentega merupakan komoditi yang diperlukan untuk meningkatkan 

ketengikan dan kenikmatan makanan, banyak sekali kaitannya dengan konsumsi 

roti, produk yang digoreng atau International cuisin. Dari segi gizi mentega dapat 

dpandang sebagai salah satu sumber vitamin A dan D. Dari data yang dilaporkan 

Buss (1984) seper sepuluh kebutuhan Vit A masyarakat Inggris berasal dari  

mentega. Kandungan vit A dalam bentuk all trns retinal ± 70 μg/100 gr dan             

β-carotens 429 μg/100 gr. Karena beberapa mentega bergaram, kadar garam 

dalam mentega sekitar 1.9 persen atau kadar Na 750 mg/100 gr dengan kadar 

lemak antara 81 – 82 persen, dan dengan kadar air 15.2 – 15.3 persen. Pembuatan 

mentega dapat dilakukan secara “batch” maupun “continue proses”.  

 

Pembuatan secara Batch  

 Lemak susu diperoleh secara konvensional dengan dua cara, yaitu 

pemisahan sentrifugal dari susu segara, sehinga menghasilkan cream dengan kadar 

lemak 25 – 40 persen dan cara yang kedua dengan cara “churning”.  

 

Netralisasi  

 Lemak susu yang dipisahkan di peternakan susu biasaya sudah beberapa 

lama umurnya. Karena itu besar kemungkinannya telah terjadi pembentukan asam 

hasil kerja bakteri yang tumbuh di cairan ini . Untuk itu agar dapat diproses 

cream ini  harus diturunkan keasamannya dengan cara penambahan senyawa 

alkali yang lebih dikenal sebagai bahan “neutralizer”. Bahan ini  yang 

biasanya dipakai  yaitu , natrium bikarbonat, caustic soda, kalsium karbonat, 

kalsium hydrolisida, magnesium oksida.  

 Cream yang belum timbul asam, disebut “sweet cream” karena itu tidak 

perlu dinetralkan, dan mentega yang dibuat dari bahan ini  disebut “sweet 

cream butter”.  

 

Pasteurisasi  

 Tahap beikutnya yaitu  proses pasteurisasi cream, yaitu pemberian panas 

untuk menghancurkan sebagian besar mikroba dan enzim yang ada  dalam  

cream. Tujuannya yaitu  agar aman dikonsumsi manusia, lebih lezat dan tahan 

lama atau awet.  

 Suhu pasteurisasi yang dipakai  biasanya sekitar 160 – 1700F selama   

25 – 30 menit. Dapat pula dilakukan dengan HTST (High Temperature Short 

Time) yaitu memakai  suhu 190 – 2100F selama beberapa sekon saja                

(1 – 15 detik).  

 Setelah dipasteurisasi, cream diinokulasi dengan starter untuk 

mendapatkan flavor dari diacetyl,  seperti ini  sebelumnya.  

 

Pendinginan  

 Setelah dipasteurisasi,  cream didinginkan sampai mencapai suhu 40 – 

500F. dengan pendinginan akan dapat membuat sebagian lemak susu memadat 

sebelum diproses churning dimulai. Di beberapa pabrik pendinginan dilakukan 

semalam lamanya pendinginan dapat mempengaruhi “body & textur” mentega.  

 

Churning  

 Proses churning secara konvensional dilakukan dengan cara pengaduk, 

mengocok, memukul, sampai timbul buih yang berat terjadi, dan dengan 

pengocokan yang lama buih akan kolaps dan akhirnya terbentuk butir-butir 

mentega dan butter milk. Bila churning dapat berlangsung dengan sempurna, 

sebagian besar (99%) lemak susu akan berhasil menjadi mentega, sisanya 1 persen 

lemak masuk ke dalam susu.  

 Alat yang dipakai  untuk proses ini  disebut churn, yaitu sebuah 

panci besar berbentuk drum silinder, atau kerucut,  yang dapat berputar pada 

kecepatan tertentu sehingga terjadinya pengocokan cream yang berada di 

dalamnya.   

 Pada mulanya suatu churn dibuat dari kayu, tetapi kini banyak dijumpai 

terbuat dari aluminium atau stainless-steel. Hanya sekitar 35 – 40 persen dari 

volume churn ditempati cream. Sebelum proses churning dimulai, suhu diatur 

lebih dahulu agar proses selesai dalam waktu 40 – 60 menit, yaitu dengan kadar 

lemak 33 – 38 persen. Bila warna mentega akan diberikan secara artifisial maka 

pemberian zat warna dilakukan sebelum proses churning dimulai.  

 Bila butir-butir lemak telah mencapai ukuran biji kapri atau chesnut, 

proses churning diberhentikan, butter milk ditiriskan dengan mengeluarkan dari 

bagian bawah.  

 

Pencucian, Penggaraman dan Finishing  

 Granula mentega, dicuci dengan sedikit air, untuk buang padatan-padatan 

susu. Baru diikuti dengan pencucian air dalam jumlah yang banyak. Kadang juga 

dilakukan dengan memutar churn dengan kecepatan jauh lebih rendah dari proses 

churning. Baru penambahan garam dilakukan yaitu dengan kadar 1 – 2.5 persen. 

Penambahan air dilakukan untuk mencapai kadar air yang diperlukan,  pemutaran 

churn dilakukan agar garam dan air dapat secara sempurna tersebar ke seluruh 

bagian-bagian mentega dan mentega nampak kering (tak berair).  

 Mentega diambil dari churn, dan dikemas dalam kotak-kotak yang berlapis 

dengan parchment fiber, kapasitas 50 – 65 lb dan disimpan pada suhu 32 – 400F. 

dikirim ke wholesaler untuk retail packing (0.25, 0.50 dan 1 lb).  

   

Pembuatan Mentega Cara Kontinyu  

 Teknik pembuatan secara continue dimulai setelah Perang Dunia II 

terutama setelah ditemukan separator sentrifugal. Pada industri mentega secara 

continuous, proses berlangsung dalam 6 tahap, yaitu :   

1. Konsentrasi cream sampai kadar lemak 80 persen.  

2. Penggantian phase lemak yang lemak dalam serum menjadi serum dalam 

lemak.  

3. Pemekatan kadar lemak dari 80 menjadi 98 persen.  

4. Pasteurisasi dan pendinginan kadar lemak 98 persen.  

5. Pengendalian komposisi  

6. Pengendalian solidifikasi dan kristalisasi mentega.  

Penerimaan berjalan secara konvensional. Tahap pertama, cream dipompa 

melalui berbagai penyaring masuk ke dalam unit yang disebut destabilisasi unit. 

Suhu cream harus berada pada 65 – 750F selama proses destabilisasi. 

Setelah proses destabilisasi, cream dialirkan langsung ke pemanas 

centrifugal sampai suhunya mencapai 125 – 1500F. Cream kemudian dialirkan ke 

dalam separator sentrifugal. Bagian skim yang pekat dan encer dipisahkan untuk 

dikeringkan, sedang creamnya masuk ke proses pasteurisasi dan seterusnya.  

 

Penyimpanan Mentega  

 Lemak yang ada  dalam mentega sangat mudah menyerap rasa dan 

baru serta citarasa dari makanan yang disimpan di dalam lemari es. Karena itu 

mentega harus dikemas dengan baik agar penyerapan bau ini  tidak terjadi, 

yaitu dengan bahan kemas yang kedap udara serta kedap air dan rapat.  

 Pada umumnya, kondisi yang ada  dalam mentega tidak banyak 

memberi peluang bagi pertumbuhan bakteri, meskipun jamur (kapang) masih 

mungkin tumbuh pada mentega. Kadar air mentega sangat rendah dan terbatas 

dalam bentuk droplet.   

 Meskipun demikian beberapa bakteri dapat juga tumbuh bila waktu 

penyimpanan lama dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Bila itu terjadi 

sebagai sumber kontaminasi biasanya berasal ari cream. Namun demikian sangat 

jarang terjadinya keracunan staphloccus pada butter yang telah dilaporkan.  

 Prapenyimpanan mentega banyak pengaruhnya terhadap daya simpan 

mentega akhir. Mentega yang telah disimpan dalam freezer selama 2 – 3 jam akan 

lebih baik dibanding bila lebih dulu disimpan dalam suhu 400F selama beberapa 

hari sebelum disimpan beku.  

 Pada penyimpanan kemasan aluminium foil serta laminasinya ternyata 

memiliki mutu terbaik. Karena aluminium dapat menahan pengaruh sinar serta 

kedap udara dan air. Berbagai ukuran kemasan yaitu ¼ lb, 1 lb print dan 64 lb 

(cubes) serta ready-cut.  

 Berbagai institusi, hotel, restoran dan asrama lebih suka membeli mentega 

dalam bentuk “ready-cut table butter”, yang tersedia dalam bentuk kemasan kecil 

yaitu 40, 60, 72. dan 90 buah per pound.  

 Suhu penyimpanan sebaiknya serendah mungkin, yang pasti harus tidak 

boleh lebih tinggi dari –40F bila waktu simpan yang diperlukan beberapa bulan. 

Pada penyimpanan jangka yang lama dianjurkan untuk menyimpan pada suhu –

200F (satu tahun atau lebih). Bila waktu penyimpanan yang diperlukan hanya 

sekitar 2 – 3 minggu suhu penyimpanan cukup 400F. 

 

  

5. KARAMEL SUSU 

Karamel susu atau hoppies yaitu  sejenis permen yang dibuat dengan 

memakai  bahan dasar susu. Susu yang dipakai  untuk pembuatan hoppies 

atau karamel tidak memerlukan persyaratan mutu yang tinggi. Oleh karena itu, 

pembuatan karamel merupakan suatu alternatif pengolahan untuk memanfaatkan 

susu yang bermutu rendah yang sudah tidak dapat dipakai  lagi untuk 

pembuatan berbagai jenis produk olahan susu lainnya. 

Pada prinsipnya, pembuatan karamel susu berdasar  reaksi karamelisasi, 

yaitu reaksi kompleks yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dari gula 

menjadi bentuk amorf yang berwarna coklat gelap. Larutan guladalam susu 

dipanaskan sampai seluruh air menguap sehingga cairan yang ada pada akhirnya 

yaitu  cairan gula yang lebur. Apabila keadaan ini telah tercapai dan terus 

dipanaskan sampai suhunya melampaui titik leburnya, maka mulailah terjadi 

bentuk amorf yang berwarna coklat tua. 

Gula susu yang berbeda dalam reaksi karamelisasi pada pembuatan 

karamel susu yaitu  laktosa yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu 

molekul galaktosa. Gula pasir atau sukrosa yang ditambahkan ke dalam susu pada 

pembuatan karamel susu juga mengalami reaksi karamelisasi. 

Preses Pembuatan Karamel 

1. Panaskan 5 liter susu segar dalam panci di atas kompor secara perlahan-lahan 

sampai volumenya tinggal setengah dari volume awalnya. 

2. Dinginkan susu ini  sampai mencapai suhu kamar, lalu ditambahkan ke 

dalamnya 1 kg gula pasir, 10 gr margarin atau mentega dan 1 sendok teh cuka 

makan dan aduk sampai homogen. 

3. Tuangkan adonan susu ini  ke dalam wajan dan panaskan kembali ke atas 

kompor  sampai matang.  

4. Lakukan pengujian kematangan sebagai berikut : (a). Ambil sedikit adonan 

yang sedang dimasak pada dengan sendok makan, lalu tuangkan ke dalam 

gelas berisi air dingin, dan (2). Apabila adonan membentuk bulatan atau 

gumpalan utuh dalam air dingin dan tetap utuh setelah dikeluarkan dari air 

dingin, maka adonan ini  dianggap sudah matang, yaitu tahap firm ball 

stage sudah tercapai. 

5. Setelah adonan dianggap matang, tambahkan setengah sendok teh vanila atau 

asen lainnya dan diaduk sampai homogen. 

6. Tuangkan adonan ini  ke dalam cetakan dan diamkan sampai dingin dan 

mengeras. 

7. Setelah mengeras potong dengan pisau sesuai dengan bentuk dan ukuran  

yang didinginkan, lalu kemas dengan kertas minyak. 

 

 

6. YOGHURT 

 

Yogurt merupakan produk hasil fermentasi susu. Starter atau bibit yang 

dipakai  yaitu  bakteri asam laktat Lactobacillus bulgarius dan Strepto-coccus 

thermophillus dengan perbandingan yang sama. Karena dipakai  bakteri laktat 

yang mampu memproduksi asam laktat, maka produk yang terbentuk berupa susu 

yang mengumpal dengan rasa asam dengan mempunyai cita-rasa yang khas. 

berdasar  komposisinya, yoghurt dibedakan menjadi yoghurt berkadar 

lemak penuh dengan kandungan lemak di atas 3.0 persen, yoghurt berkadar lemak 

medium kandungan lemaknya 0.5 sampai 3.0 persen, dan yoghurt berkadar lemak 

rendah bila kandungan lemaknya kurang dari 0.5 persen. 

berdasar  metode pembuatannya, jenis yogurt dibagi menjadi dua, yaitu 

set yoghurt dan stirred yoghurt. Bila fermentasi atau inkubasi susu dilakukan 

dalam kemasan kecil sehingga gumpalan susu yang terbentuk tetap utuh dan tidak 

berubah sewaktu akan didinginkan atau sampai siap konsumsi, maka produk  

ini  disebut set yoghurt. sedang  stirred yoghurt fermentasinya dalam 

wadah yang benar setelah fermentasi selesai, produk dikemas dalam kemasan 

kecil, sehingga gumpalan susu dapat berubah atau pecah sebelum pengemasan dan 

pendinginan selesai. 

berdasar  cita rasanya yoghurt dibedakan menjadi yoghurt alami atau 

sederhana dan yoghurt buah. Yoghurt alami yaitu yoghurt yang tidak ditambah 

cita-rasa/flavor yang lain sehingga asamnya tajam. sedang  yoghurt buah 

yaitu  yoghurt yang ditambah dengan komponen cita-rasa yang lain seperti buah-

buahan, sari buah, flavor dintetik dan zat pewarna. Jenis-jenis yoghurt yang telah 

dimodifikasi atau diolah lebih lanjut setelah fermentasi diantaranya : Yoghurt 

pasteurisasi untuk memperpanjang masa simpannya. Yoghurt beku yaitu yoghurt 

yang dibekukan dan simpan pada suhu beku, biasanya pada suhu –88,2 oC. 

Yoghurt konsentrat (pekat) yaitu yoghurt yang dipekatkan sampai kandungan 

bahan keringnya 24 persen. sedang  yoghurt kering (powder) yaitu  yoghurt 

pekat yang dikeringkan sampai kandungan bahan keringnya mencapai 90 – 94 

persen. 

 

Bahan yang diperlukan 

 Bahan-bahan yang dipakai  dalam pembuatan yoghurt terdiri dari bahan 

baku bahan tambahan dan bibit atau starter. Bahan baku berupa susu murni, susu 

skim, susu bubuk tanpa lemak, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkan 

atau campuran dari beberapa jenis susu ini . Sebelum dipakai  biasanya 

susu ini dipekatkan dulu dengan cara pemanasan atau ditambahkan susu skim 

bubuk. 

 Bahan tambahan yang umum dipakai  dalam pembuatan yoghurt yaitu  

: pemanis, penstabil dan buah-buahan atau sari buah sebagai sumber cita rasa. 

Sebagai pemanis biasa dipakai  sukrosa atau gula pasir, madu ataupun sirup. 

Jumlah gula dalam yoghurt akan menentukan  jumlah asam cita-rasa yang 

diproduksi oleh bibit yoghurt. Gula yang ditambahkan bisa dalam bentuk kristal 

bubuk ataupun sirup. Umumnya gula yang ditambahkan ke dalam yoghurt pada 

awal fermentasi sekitar 5 – 7 persen. 

  Bahan penstabil dipakai  dalam yoghurt untuk memperlembut tekstur, 

membuat struktur gel yang mengurangi atau mencegah pemisahan cairan dari 

yoghurt. Bahan penstabil yang sesuai untuk yoghurt yaitu  gelatin, karboksi metil 

selulosa (CMC) alginat dan karagenan. sedang  jumlah pemakaian nya 0.5 -  

0.7 persen. 

 Buah-buahan yang dipakai  untuk menambah cita-rasa yoghurt 

tergantung kesukaan konsumen. Jumlah penam-bahan buah biasanya sebanyak 20 

– 25 persen dari total produk. Buah-buahan yang sering dipakai  yaitu  buah 

yang telah diawetkan, buah yang telah dibekukan dan sari buah. 

 

Persiapan bibit atau starter yoghurt 

 Bibit atau starter yoghurt terdiri dari biakan bakteri Lactobacillus 

bulgaricus dan biakan Streptococcus thermophillus. Pembuatan bibit untuk 

yoghurt dilakukan secara bertahap. Pertama Lactobacillus bulgaricus maupun 

Streptococcus thermophillus masing-masing dibiakkan dalam susu secara terpisah. 

Kemudian biakkan dicampur bila telah siap dipakai . Bila inokulum 

dicampurkan langsung, salah satu bibit sering dominan dan menekan pertumbuhan 

bibit lainnya. Untuk mempertahankan atau persediaan bibit masing-masing biakan 

atau kultur ini  harus dipindahkan ke dalam medium (susu) yang baru secara 

berkala atau kultur ini  dicampur susu dan dikeringbekukan. Perbandingan 

yang sesuai antara jumlah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermo-

phillus yang sesuai yaitu  1 : 1. 

 

Cara Pembuatan Yoghurt 

 Pembuatan yoghurt terdiri dari persiapan bahan, persiapan bibit, inokulasi 

susu dengan bibit, fermentasi (inkubasi) dan pendinginan. Persiapan bahan 

meliputi pengaturan kandungan bahan padatan atau bahan kering, kandungan  

lemak susu dan pasteurisasi. Kandungan bahan kering, yaitu bahan kering susu 

maupun, pemanis tidak lebih dari 22 persen karena konsentrasi lebih tinggi akan 

menghambat aktivitas bibit. 

 Pemanas susu sebelum ditambahkan bibit  merupakan suatu tahap yang 

penting. Pemanasan biasanya dilakukan pada suhu 850C selama 30 menit. Tujuan 

pemanasan ini  diantaranya : agar tidak banyak bakteri yang hidup dalam 

susu yang dapat mengalahkan bibit dan untuk menguapan sebagian air agar 

kekentalan media (susu) sesuai untuk pertumbuhan bibit laktat. Dalam persiapan 

pembuatan kultur bibit, mikroorganisme Lactobacillus bulgarius dan 

Streptococcus thermophilus masing-masing dibiakan dalam susu atau whey secara 

terpisah. Agar aktivitas mikroorganisme ini  tidak menurun sebaliknya 

kultur/bibit dipindahkan secara berkala ke dalam medium (susu) yang baru. Pada 

umumnya kultur cair seperti ini mengandung 109 mikroba ml kultur starter. 

 Untuk menghindari kehilangan sifat-sifat khusus kultur akibat transfer 

berulang-ulang, kultur dikeringbekukan atau diliofilisasi. Kultur kering ini perlu 

diaktifkan dan pencairan kembali sebelum dipakai . Jumlah pemberian bibit 

campuran (yaitu L. bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dalam jumlah yang 

sama)  biasanya 2 – 5 persen dari susu yang dipakai . 

 Inkubasi atau fermentasi yoghurt bisa dilakukan pada suhu kamar ataupun 

suhu 45 oC. Pada suhu lebih tinggi aktivitas mikroba akan semakin tinggi juga. 

Inkubasi pada suhu ruang memerlukan waktu 14 sampai 16 jam, pada suhu 32 0C 

waktu sekitar 11 jam, sedang  inkubasi pada suhu 450C hanya memerlukan 

waktu sekitar 4 – 6 jam. Selama inkubasi, susu mengalami penggumpalan yang 

disebabkan menurunnya pH akibat aktivitas kultur/bibit. Pada mulanya 

Steptococus menyebabkan penurunan pH hingga 5.0 sampai 5.5 selanjutnya pH 

menurun hingga 3.8 sampai 4.5 karena aktivitas Lactobacillus. Selain itu selama 

inkubasi akan terbentuk flavor karena terbentuknya asam laktat, asetaldehid, asam 

asetat dan diasetil. 

 

  

 Selama penyimpanan setelah inkubasi, yoghurt mengalami penurunan pH 

secara terus menerus. Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi akan 

mempercepat penurunan pH yoghurt. Yoghurt yang disimpan pada suhu 40C 

selama 6 hari akan mengalami penurunan pH dari 4.68 menjadi 4.15. Oleh karena 

itu untuk mempertahankan cita rasa dan aroma, yoghurt hasil fermentasi harus 

disimpan ditempat dingin atau dapat juga dipasteurisasi untuk menghambat 

aktivitas mikroba dalam yoghurt. 

 

Proses pembuatan yoghurt dapat diuraikan sebagai berikut : 

1. Siapkan wadah gelas, kemudian diisi dengan ½ liter susu segar gula 40 gram, 

sirup jagung 10 gram dan gelatin 1 gram. Masing-masing bahan diaduk 

sampai larutan merata (homogen). 

2. Susu dipanaskan di atas api kecil sambil diaduk sampai volumenya kira-kira 

tinggal 2/3 dari volumenya dari volume sebelum pemanasan. Kemudian 

dinginkan hingga suhu 450C.  

3. Siapkan bibit/starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus 

thermophilus. 

4. Setelah susu mencapai suhu 450, pipet dan inokulasikan 10 ml starter 

Lactobacillus dan 10 m1 Streptococcus ke dalam susu yang telah disiapkan. 

5. Inkubasikan dalam inkubator dengan suhu 450C selama 4 sampai 5 jam, atau 

pada suhu kamar selama 12 - 16 jam. 

6. Yogurt hasil inkubasi didinginkan hingga mencapai suhu ruang. 

7. Penilaian mutu yoghurt dapat meliputi pH, tekstur, rasa dan bau dengan cara 

dicicip dan dibau. 

 

  

7. KEJU 

 

         Keju merupakan suatu produk pangan yang berasal dari hasil penggumpulan 

(koagulasi) dari protein susu. Susu yang dipakai  untuk pembuatan keju yaitu  

susu sapi walaupun susu dari hewan lainnya juga dapat dipakai . Selain dari kasein 

(protein susu), komponen susu lainnya seperti lemak, mineral-mineral dan vitamin-

vitamin yang larut dalam lemak juga terbawa dalam gumpalan partikel-partikel 

kasein. sedang  komponen-komponen susu yang larut dalam air tertinggal dalam 

larutan sisa dari hasil penggumpalan kasein yang disebut whey. 

 Dewasa ini, ada  berbagai macam dan jenis keju, tergantung dimana 

keju ini  dibuat, jenis susu yang dipakai , metode pembuatannya dan 

perlakuan yang dipakai  untuk proses pemeraman atau pematangannya.  Cara 

yang umum dipakai  untuk mengklasifikasi keju yaitu  berdasar  tekstur dan 

proses pemeraman atau pematangan. berdasar  teksturnya keju diklasifikasi 

menjadi : 

1. Keju sangat keras 

2. Keju keras 

3. Keju semi keras dan 

4. Keju lunak 

berdasar  pemaramannya, keju diklasifikasi menjadi : 

(a) Keju peram dan  

(b) Keju tanpa peram 

Dan keju peram masih dapat diklasifikasikan menjadi : 

(a) Diperam dengan bakteri dan  

(b) Diperam dengan kapang 

Berikut ini yaitu  contoh sifat-sifat keju berdasar  klasifikasi ini  : 

1. Keju sangat keras 

Keju jenis ini mempunyai kadar air 30 – 35%, dan diperam dengan bakteri. 

Contohnya : “Romano cheese”, “Parmesan cheese” dan “Asiago cheese”.  

2. Keju keras 

Keju jenis ini mempunyai kadar air lebih dari 35% sampai dengan 40% dan 

diperam dengan bakteri. Keju jenis ini diklasifikasi menjadi : 

1) Tekstur tertutup, contohnya : “Cheddar cheese”, “Edam cheese”, “Gouda 

cheese”, “Colby cheese” dan Provolone cheese” dan  

2) Tekstur terbuka (mempunyai lobang-lobang pada permukaan-nya), contohnya 

: “Swiss cheese”, Ementalerc-cheese” dan “Gruyere cheese”. 

3. Keju semi keras 

Keju jenis ini mempunyai kadar air lebih dari 40% sampai dengan 45% dan 

diklasifikasi menjadi : 

1) Diperam dengan bakteri, contohnya : “Brick cheese” dan 

2) Diperam dengan kapang, contohnya : “Roquefort cheese”. 

4. Keju lunak 

      Keju jenis ini diklasifikasi menjadi : Keju peram dan keju tanpa peram. 

Keju lunak peram mempunyai kadar air lebih dari 45% sampai 52% terdiri 

dari yang diperam dengan kapang : “Camembert cheese” dan yang diperam 

dengan bakteri : “Limburger cheese”. Keju lunak tanpa peram dengan kadar 

air lebih dari 52% sampai dengan 80% terdiri dari yang berkadar lemak 

rendah : “Cottage cheese” (0.5 – 1.5%) dan berkadar lemak tinggi : “Cream 

cheese’ (30% lemak) dan “Neufchalel cheese” (29% lemak). 

  Oleh karena ada  berbagai jenis keju, tahap-tahap terperinci dalam 

proses pembuatannya juga sangat bervariasi. Tahap-tahap yang terpenting dalam 

proses pembuatan keju yaitu  : pasteurisasi, pengumpalan kasein (protein susu), 

pemisahan “whey”, pencetakan dan pengepresan serta pemeraman. 

  Pemeraman keju dilakukan dengan cara menyimpan keju yang telah 

dilapisi dengan parafin pada suhu 2 – 150C dengan kelembaban  sekitar 70 – 80% 

selama 3 – 7 bulan. Semakin lama pemeraman dilakukan, semakin kuat cita rasa 

keju yang terbentuk.  

  Selama pemeraman, keju, mengalami berbagai perubahan yang 

membentuk cita rasa, aroma dan teksturnya yang spesifik. Perubahan-perubahan 

yang terjadi yaitu  sebagai berikut : 

• Pemecahan protein menjadi peptida dan asam amino yang lebih sederhana. 

• Pemecahan lemak menjadi berbagai asam lemak yang mudah menguap seperti 

asam asetat dan propionat. 

• Pemecahan laktosa, sitrat dan senyawa-senyawa organik lainnya menjadi 

bermacam-macam asam, ester, alkohol dan senyawa-senyawa  pembentuk 

flavor dan aroma yang mudah menguap. 

 Perubahan-perubahan ini  disebabkan oleh bermacam-macam enzim 

yang ada dalam renin, dan oleh bakteri, jamur dan ragi yang tumbuh di dalam atau 

pada keju. Perlakuan yang diberikan pada tahu susu sebelum pematangan dan 

lingkungan di mana keju itu disimpan, mempengaruhi atau menentukan 

perubahan-perubahan yang terjadi. Beberapa jenis keju diinokulasikan dengan 

jasad renik penghasil cita-rasa dan sifat-sifat lain yang khas. Misalnya keju 

“roquefort” ditambahkan spora jamur Penicillium roquefortii dan waktu untuk 

150C. Dalam pemeraman keju “camembert” dipakai  Penicillium camembertii 

dan dalam pemeraman keju “Swiss” diperlukan bakteri Propionibacterium 

shermanii.  

 

 Tahap-tahap pembuatan keju dapat diuraikan sebagai berikut : 

1. Pembuatan Starter Keju 

a. Masukkan 500 ml susu segar ke dalam gelas erlenmeyer, lalu tutup rapat 

dengan kapas. 

b. Panaskan susu segar ini  pada butir a dalam autoklav pada suhu 250F 

(1210C) selama 15 menit. 

c. Setelah dingin, tambahkan bubuk kultur starter keju sebanyak 0.1% berat per 

volume, lalu aduk dengan pengaduk steril sampai homogen. 

d. Peram di dalam inkubator pada suhu 300C selama 24 sampai dengan 48 jam. 

e. Starter yang dihasilkan pada butir disebut starter induk yang harus disimpan 

dalam lemari pendingin pada suhu 300C. 

f. Apabila akan dipakai  untuk pembuatan keju, starter induk pada butir e 

harus diperbaharui kembali dengan cara yang sama seperti cara pembuatan 

starter induk. 

 

2. Penentuan Dossis Rennet 

a. Apabila rennet berbentuk tepung atau tablet, larutkan dalam sejumlah tertentu 

air destilata sesuai petunjuk. 

b. Apabila rennet berbentuk cairan, lakukan pengenceran seperlunya. 

c. Masukkan 100 ml susu segar ke dalam gelas piala. 

d. Panaskan dengan api kecil sampai mencapai suhu 350C. 

e. Tambahkan 1 ml larutan rennet yang telah dipersiapkan ke dalamnya dan 

segera aduk sampai homogen. Catat waktunya pada waktu menambahkan 

larutan rennet. 

f. Gerakkan sepotong lidi halus secara perlahan-lahan dalam susu ini  pada 

butir e. 

g. Rasakan adanya kesukaran untuk menggerakan lidi dalam susu ini  pada 

butir e. Catat waktunya pertama sekali terasa kesukaran menggerakan lidi 

dalam susu ini  pada butir e. 

h. Hitung lamanya antara waktu penambahan larutan rennet ke dalam susu 

dengan waktu pertama sekali terasa kesukaran menggerakan lidi dalam susu. 

i. Hitung dosis penambahan larutan rennet sebagai berikut : 

 

       100 x 10 

X = -----------,  yang mana : 

           1 x t 

 100  :  yaitu  100 ml volume susu yang dipakai  untuk pengujian 

 26 

       10  :  yaitu  10 menit lamanya waktu yang diharapkan terjadinya koagulasi 

atau pengumpalan protein kasein susu 

 1  :  yaitu  1 ml  larutan rennet yang ditambahkan ke dalam 100 ml susu 

untuk pengujian 

 t  :  yaitu  lamanya antara waktu penambahan rennet ke dalam susu 

dengan waktu pertama kali terasa kesukaran menggerakan lidi dalam 

susu. 

 X  :  volume susu (ml) yang dapat dikoagulasikan atau digumpalkan oleh 1 

ml larutan rennet dalam waktu 10 menit. 

 

3. Cara Pembuatan Keju 

a. Pasteurisasi susu yang akan diolah pada butir 2 pada suhu 650C selama 15 

menit. 

b. Setelah pasteurisasi, dinginkan susu sampai suhu 400C. 

c. Tambahkan kalsium khlorida 25% sebanyak 2 ml per liter susu yang diolah 

dan larutan rennet sebanyak sesuai dengan hasil pengujian aktivitas rennet, 

aduk dan diamkan sampai terjadi koagulasi atau pengumpalan tahu susu 

dengan sempurna dalam waktu 10 – 15 menit. 

d. Potong-potong gumpalan tahu susu yang terbentuk dengan ukuran 3 x 3 cm 

dengan memakai  pisau tangkai panjang. 

e. Panaskan kembali tahu susu yang telah dipotong-potong pada butir 5 sampai 

temperatur 400C agar cairan “whey” keluar sempurna. 

f. Persiapkan alat cetakan keju, lapisi dasarnya dengan kain penyaring, lalu 

tuangkan tahu susu ke dalam cetakan keju ini  dan kemudian tekan selama 

2 – 3 jam sampai sisa “whey”nya keluar seperti cetakan keju yang dipakai . 

g. Rendam keju yang terbentuk dalam larutan garam jenuh selama 12 – 24 jam. 

h. Setelah perendaman dalam larutan garam, angin-anginkan pada suhu kamar 

selama 1 hari sampai terbentuk kulit pada permukaannya.  

i. Setelah kulit terbentuk, lapisi permukaannya dengan parafin dengan cara 

mencelupkan ke dalam parafin cair. 

j. Setelah dilapisi parafin, peram keju ini  pada suhu 3 – 40C, kelembaban 

relatif 70% - 75% selama 6 – cita rasa keju yang spesifik. 

 

 

 


Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. Namun pada 

kondisi tertentu karena indikasi medis bayi tidak dapat memperoleh ASI 

sehingga diperlukan susu formula. Pada beberapa tahun terakhir ini terdapat 

peningkatan insidens alergi susu sapi pada bayi dan anak dengan manifestasi 

klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat. Di lain pihak produk-produk 

susu formula semakin banyak di pasaran. 

Melihat kondisi itu  maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 

bermaksud untuk memberi penjelasan tentang pendekatan diagnosis serta 

pengobatan  alergi susu sapi dengan membuat suatu rekomendasi yang didasari 

bukti terbaru yang ada saat ini dan akan direvisi sesuai dengan literatur yang 

terbaru. Rekomendasi ini adalah hasil diskusi dan kesepakatan antara Ukk 

Alergi Imunologi, Ukk Gastrohepatologi, dan Ukk Nutrisi dan Penyakit 

Metabolik dan telah dilakukan revisi sesuai dengan perkembangan dan 

bukti-bukti terkini. 

Dengan adanya revisi rekomendasi ini, diharapkan para dokter anak 

dapat melakukan diagnosis dan  pengobatan  alergi susu sapi  dengan benar 

dan seragam.


Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang 

diperantarai secara imunologis terhadap protein susu sapi. Alergi susu sapi 

biasanya dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang diperantai oleh 

IgE. Namun demikian ASS dapat diakibatkan oleh reaksi imunologis yang 

tidak diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan antara keduanya. 

Angka Kejadian

Insidens alergi susu sapi sekitar 2-7.5% dan reaksi alergi terhadap susu sapi 

masih mungkin terjadi pada 0.5% pada bayi yang mendapat ASI eksklusif.  

Sebagian besar reaksi alergi susu sapi diperantarai oleh IgE dengan insidens 

1.5%, sedang  sisanya adalah tipe non-IgE. Gejala yang timbul sebagian 

besar adalah gejala klinis yang ringan sampai sedang, hanya sedikit (0.1-1%) 

yang  bermanifestasi klinis berat. 

Klasifikasi

Alergi susu sapi dapat dibagi menjadi:

1. IgE mediated, yaitu alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE. Gejala 

klinis timbul dalam waktu 30 menit sampai 1 jam sesudah  mengonsumsi 

protein susu sapi. Manifestasi klinis yang dapat timbul adalah urtikaria, 

angioedema, ruam kulit, dermatitis atopik, muntah, nyeri perut, diare, 

rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis. Alergi susu sapi tipe 

2


ini dapat didukung dengan kadar IgE susu sapi yang positif (uji tusuk 

kulit atau pemeriksaan IgE spesifik/IgE RAST).

2.  Non-IgE mediated, yaitu alergi susu sapi yang tidak diperantarai oleh 

IgE, tetapi diperantarai oleh IgG. Gejala klinis timbul lebih lambat (> 

1 jam) sesudah  mengonsumsi protein susu sapi. Manifestasi klinis yang 

dapat timbul antara lain adalah allergic eosinophilic gastroenteropathy, 

kolik, enterokolitis, proktokolitis, anemia, dan gagal tumbuh. 

Diagnosis dan diagnosis banding 

Tidak ada gejala yang patognomonik untuk alergi susu sapi. Gejala akibat 

alergi susu sapi  antara lain pada gastrointestinal (50-60%), kulit (50-

60%) dan sistem pernapasan (20-30%). Gejala alergi susu sapi biasanya 

timbul sebelum usia satu bulan dan muncul dalam satu minggu sesudah  

mengkomsumsi protein susu sapi.  Gejala klinis akan muncul dalam satu jam 

(reaksi cepat) atau sesudah  satu jam (reaksi lambat) sesudah  mengkomsumsi 

protein susu sapi.

Pendekatan diagnosis untuk alergi susu sapi tipe IgE–mediated adalah dengan 

melihat gejala klinis dan dilakukan uji  IgE spesifik (uji tusuk kulit atau uji 

RAST).

Jika hasil positif maka dilakukan eliminasi (penghindaran) makanan 

yang mengandung protein susu sapi 

Jika hasil negatif maka dapat diberikan kembali makanan yang 

mengandung protein susu sapi. 

3


Untuk diagnosis pasti dapat dilakukan uji eliminasi dan provokasi. 

Pendekatan diagnosis untuk alergi susu sapi yang diperantarai non IgE–

mediated adalah dengan adanya riwayat alergi terhadap protein susu sapi, 

diet eliminasi, uji provokasi makanan, dan kadang-kadang dibutuhkan 

pemeriksaan tambahan seperti endoskopi dan biopsi.  

Beberapa diagnosis banding yang perlu disingkirkan adalah kelainan 

metabolism bawaan, kelainan anatomi, coeliac disease, insufisiensi enzim 

pankreas (cystic fibrosis), intoleransi laktosa, keganasan dan infeksi. Keadaan 

yang menyulitkan adalah bila terdapat 2 keadaan/penyakit yang terjadi 

bersamaan. Anak dengan penyakit refluks gastroesofageal juga alergi terhadap 

susu sapi sebesar 15-20%. 

Pemeriksaan Penunjang 

1. IgE spesifik 

1.1. Uji tusuk kulit (Skin prick test )

Uji tusuk kulit dilakukan di volar lengan bawah atau bagian 

punggung (jika didapatkan lesi kulit luas di lengan bawah atau 

lengan terlalu kecil).

Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit  adalah 4 bulan. 

Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit  adalah 4 bulan. 

Hasil uji tusuk kulit biasanya lebih kecil pada anak < 2 tahun 

sehingga perlu interpretasi yang hati-hati

Bila uji kulit positif, kemungkinan alergi susu sapi sebesar 

< 50% (nilai duga positif < 50%), sedang  bila uji kulit 

negatif berarti alergi susu sapi yang diperantarai IgE dapat 

disingkirkan karena nilai duga negatif  sebesar > 95%.

1.2. IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test)

Uji IgE RAST positif memiliki  korelasi yang baik dengan 

uji kulit, tidak didapatkan perbedaan bermakna sensitivitas 

dan spesifitas antara uji tusuk kulit dengan uji IgE RAST   

Uji ini dilakukan bila  uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan 

karena adanya lesi kulit yang luas di daerah pemeriksaan dan 

bila penderita tidak bisa lepas minum obat antihistamin. 

kadar serum IgE spesifik antibodi untuk susu sapi dinyatakan 

positif jika > 5 kIU/L pada anak usia ≤ 2 tahun dan  >15 

kIU/L pada anak usia > 2 tahun. Hasil uji ini memiliki  nilai 

duga positif <53%  dan nilai duga negatif 95%,  sensitivitas  

57% dan spesifitas 94%. 

2.  Uji eliminasi dan provokasi 

 Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPFC) merupakan 

uji baku emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Uji ini 

memerlukan waktu dan biaya. Untuk itu dapat dilakukan uji eliminasi 

dan provokasi terbuka.  Uji eliminasi dan provokasi masih merupakan 

baku standar untuk diagnosis alergi susu sapi. Selama eliminasi, bayi 

dengan gejala alergi ringan sampai sedang diberikan susu formula 

terhidrolisat ekstensif, sedang  bayi dengan gejala alergi berat 

diberikan susu formula berbasis asam amino. Diet eliminasi selama 

2-4 minggu tergantung berat ringannya gejala. Diet eliminasi sampai 4 

minggu bila terdapat gejala AD berat disertai gejala saluran cerna kolitis 

alergi. Pada pasien dengan riwayat alergi berat, uji provokasi dilakukan 

di bawah pengawasan dokter dan dilakukan di rumah sakit atau di 

klinik.  Anak dengan  uji tusuk kulit dan uji RAST negatif memiliki  

risiko rendah mengalami reaksi akut berat pada saat uji provokasi.

 Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul 

kembali, maka diagnosis alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasi 

dinyatakan negatif bila tidak timbul gejala alergi susu sapi pada saat uji 

provokasi sampai 3 hari pasca provokasi (untuk menyingkirkan reaksi 

hipersensitivitas tipe lambat). bila  uji provokasi negatif, maka bayi 

itu  diperbolehkan minum formula susu sapi.

3.   Pemeriksaan darah pada tinja 

 Pada keadaan buang air besar dengan darah yang tidak nyata kadang 

sulit untuk dinilai secara klinis, sehingga perlu pemeriksaan penunjang. 

Pemeriksaan seperti chromiun-51 labelled erythrocites pada feses dan 

reaksi orthotolidin  memiliki  sensitivitas dan spesifitas yang lebih 



baik dibanding uji guaiac/benzidin. Uji guaiac hasilnya dipengaruhi oleh 

berbagai substrat non-hemoglobin sehingga memberikan sensitivitas 

yang rendah (30-70%), spesivitas (88-98%) dengan nilai duga  positif 

palsu yang tinggi. 

pengobatan  

.  Nutrisi

. Prinsip utama terapi untuk alergi susu sapi adalah menghindari 

(complete avoidance) segala bentuk produk susu sapi tetapi harus 

memberikan nutrisi yang seimbang dan sesuai untuk tumbuh 

kembang bayi/anak. 

1.2. Bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi, ibu dapat 

melanjutkan pemberian ASI dengan menghindari protein susu 

sapi dan produk turunannya pada makanan sehari-hari. ASI tetap 

merupakan pilihan terbaik pada bayi dengan alergi susu sapi. 

Suplementasi kalsium perlu dipertimbangkan pada ibu menyusui 

yang membatasi protein susu sapi dan produk turunannya

. Bayi yang mengonsumsi susu formula:

. Pilihan utama susu formula pada bayi dengan alergi susu 

sapi adalah susu hipoalergenik. Susu hipoalergenik adalah 

susu yang tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90% bayi/

anak dengan diagnosis alergi susu sapi bila dilakukan uji 

klinis tersamar ganda dengan interval kepercayaan 95%. 

Susu itu  memiliki  peptida dengan berat molekul  

< 1500 kDa. Susu yang memenuhi kriteria itu  ialah 

susu terhidrolisat ekstensif dan susu formula asam amino. 

sedang  susu terhidrolisat parsial tidak termasuk dalam 

kelompok ini dan bukan merupakan pilihan untuk terapi 

alergi susu sapi.

. Formula susu terhidrolisat ekstensif merupakan susu yang 

dianjurkan pada alergi susu sapi dengan gejala klinis 

ringan atau sedang. bila  anak dengan alergi susu sapi 

dengan gejala klinis ringan atau sedang tidak mengalami 

perbaikan dengan susu terhidrolisat ekstensif, maka dapat 

diganti menjadi formula asam amino. Pada anak dengan 

alergi susu sapi dengan gejala klinis berat dianjurkan untuk 

mengonsum formula asam amino. 

. Eliminasi diet menggunakan formula susu terhidrolisat 

ekstensif atau formula asam amino diberikan sampai usia 

bayi 9 atau 12 bulan, atau paling tidak selama 6 bulan. 

sesudah  itu uji provokasi diulang kembali, bila gejala tidak 

timbul kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi 

dapat dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali 

maka eliminasi diet dilanjutkan kembali selama 6 bulan 

dan seterusnya. 

.  bila  susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau 

terdapat kendala biaya, maka sebagai alternatif bayi dapat diberikan 

susu formula yang mengandung isolat protein kedelai dengan 

penjelasan kepada orang tua kemungkinan adanya reaksi silang 

alergi terhadap protein kedelai pada bayi. Secara keseluruhan angka 

kejadian alergi protein kedelai pada bayi berkisar 10-20% dengan 

proporsi 25% pada bayi dibawah 6 bulan dan 5% pada bayi diatas 

6 bulan. Mengenai efek samping, dari beberapa kajian ilmiah 

terkini menyatakan bahwa tidak terdapat bukti yang kuat bahwa 

susu formula dengan isolate protein kedelai memberikan dampak 

negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan, metabolisme 

tulang, sistem reproduksi, sistem imun, maupun fungsi neurologi 

pada anak 

. Pada bayi dengan alergi susu sapi, pemberian makanan padat perlu 

menghindari  adanya protein susu sapi dalam bubur susu atau 

biskuit bayi. 

Susu mamalia lain selain sapi bukan merupakan alternatif karena 

berisiko terjadinya reaksi silang. Selain itu, susu kambing, susu 

domba dan sebagainya tidak boleh diberikan pada bayi di bawah 

usia 1 tahun kecuali telah dibuat menjadi susu formula bayi. Saat 

ini belum tersedia susu formula berbahan dasar susu mamalia 

selain sapi  di Indonesia. Selain itu perlu diingat pula adanya risiko 

terjadinya reaksi silang. 

Medikamentosa 

1. Gejala yang ditimbulkan alergi susu sapi diobati sesuai gejala yang 

terjadi.

2. Antagonis reseptor H1 (antihistamin) generasi satu dan generasi kedua 

dapat digunakan dalam penanganan alergi. 

3. Jika didapatkan riwayat reaksi alergi cepat, anafilaksis, asma, atau 

dengan alergi makanan yang berhubungan dengan reaksi alergi yang 

berat, epinefrin harus dipersiapkan. 

Prognosis 

Prognosis bayi dengan alergi susu sapi umumnya baik, dengan angka 

remisi 45-55% pada tahun pertama, 60-75% pada tahun kedua dan 90% 

pada tahun ketiga. Namun, terjadinya alergi terhadap makanan lain juga 

meningkat hingga 50% terutama pada jenis: telur, kedelai, kacang, sitrus, 

ikan dan sereal dan alergi inhalan meningkat 50-80% sebelum pubertas. 

Rekomendasi diagnosis dan pengobatan  alergi susu 

sapi

1. Untuk bayi dengan ASI eksklusif: 

1.1. Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi pada 

diet ibu selama 2-4 minggu. Lama eliminasi bergantung pada berat 

ringannya reaksi alergi.



1.2. Bila gejala menghilang sesudah  eliminasi, ibu dapat konsumsi kembali 

nutrisi yang mengandung protein susu sapi. Bila gejala muncul 

kembali, maka dapat ditegakkan diagnosis susu sapi. Bila gejala 

tidak menghilang sesudah  eliminasi, maka perlu dipertimbangkan 

diagnosis lain.

1.3. pengobatan  alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian 

ASI dapat diteruskan dan Ibu harus menghindari susu sapi dan 

produk turunannya pada makanan sehari-harinya sampai usia 

bayi 9-12 bulan atau minimal selama 6 bulan. sesudah  kurun 

waktu itu , uji provokasi dapat diulang kembali, bila gejala 

tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran dan susu sapi 

dapat dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka 

eliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya. 

2. Untuk bayi yang mengkonsumsi susu formula:

2.1. Diagnosis ditegakkan dengan cara eliminasi protein susu sapi yaitu 

dengan mengganti susu formula berbahan dasar susu sapi dengan 

susu formula hidrolisat ekstensif (untuk kelompok dengan gejala 

klinis ringan atau sedang) atau susu formula asam amino (untuk 

kelompok dengan gejala klinis berat). Eliminasi dilakukan selama 

2-4 minggu.


. Bila gejala menghilang sesudah  eliminasi, perkenalkan kembali 

dengan protein susu sapi. Bila gejala muncul kembali, maka dapat 

ditegakkan diagnosis susu sapi. Bila gejala tidak menghilang sesudah  

eliminasi, maka perlu dipertimbangkan diagnosis lain.


. pengobatan  alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian 

susu formula berbahan dasar susu sapi dengan susu formula 

terhidrolisat ekstensif (untuk kelompok dengan gejala klinis 

ringan atau sedang) atau susu formula asam amino (untuk 

kelompok dengan gejala klinis berat). Penggunaan formula khusus 

ini dilakukan sampai usia bayi 9-12 bulan atau minimal 6 bulan. 

sesudah  kurun waktu itu , uji provokasi dapat diulang kembali, 



bila gejala tidak timbul kembali berarti anak sudah toleran dan 

susu sapi dapat diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali maka 

eliminasi dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya. 

2.4. Pada bayi yang sudah mendapat  makanan padat, maka perlu 

penghindaran protein susu sapi dalam bubur atau biskuit bayi.

3. bila  susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat 

kendala biaya, maka sebagai alternatif bayi dapat diberikan susu formula 

yang mengandung isolat protein kedelai dengan penjelesan kepada 

orang tua kemungkinan adanya reaksi silang alergi terhadap protein 

kedelai pada bayi. Formula kedelai yang dapat digunakan adalah 

formula kedelai yang sudah diformulasikan untuk anak dan tidak boleh 

menggunakan susu kedelai segar/murni atau yang dibuat untuk dewasa 

karena kandungan nutrisinya tidak sesuai untuk anak. 

4. Pemeriksaan IgE spesifik (uji tusuk kulit/IgE RAST) untuk mendukung 

penegakan diagnosis dapat dilakukan pada alergi susu sapi yang 

diperantarai IgE. 

Isu penting terkait formula yang digunakan untuk 

penanganan alergi susu sapi

1.  Formula Isolat Protein Kedelai

1.1. Kecukupan nutrisi dari formula isolat protein kedelai

 Formula kedelai yang beredar saat ini terbuat dari isolat protein 

kedelai dan memiliki kandungan protein 2,2 sampai 2,6 g/100 

kkal, lebih tinggi dari formula berbasis susu sapi, walaupun 

demikian bayi yang mengonsumsi formula kedelai menunjukkan 

pertumbuhan yang setara dengan bayi yang mengonsumsi formula 

berbasis susu sapi.

.  Aluminium

 kandungan aluminium pada formula kedelai jauh lebih tinggi 

dibandingkan formula berbasis susu sapi dan ASI. Walaupun 

demikian, asupan aluminium sehari pada bayi yang mendapat 

formula kedelai sampai dengan 200 mL/kg/hari hanya <0,5 mg/

kg/hari. Jumlah ini jauh lebih rendah dari tolerable intake untuk 

aluminium menurut FAO/WHO, yaitu 1 mg/kg/hari. konse-

kuensi jangka panjang dari kandungan aluminium yang tinggi pada 

formula kedelai masih belum diketahui karena belum terdapat bukti 

ilmiah yang cukup. Pada tahun 2008 American Academic Pediatric 

(AAP) menyimpulkan bahwa  formula kedelai bukan merupakan 

masalah keamanan bagi bayi kecuali pada bayi prematur atau bayi 

dengan gagal ginjal. 


 Fitoestrogen

 Formula kedelai mengandung fitoestrogen berupa isoflavon dalam 

bentuk genistein,  daidzein dan glycitein. Isoflavon dapat berikatan 

dengan reseptor estrogen, dan menimbulkan efek estrogenik. 

Formula isolat protein kedelai mengandung isoflavon dalam 

jumlah relatif tinggi. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa 

fitoestrogen dalam jumlah tinggi yang terkandung dalam formula 

kedelai dapat menimbulkan dampak terhadap perkembangan 

seksual, fungsi reproduksi, neuroendokrin, perkembangan 

neurobehaviour, fungsi imun dan fungsi tyroid. Pada kajian ilmiah 

lainnya dikatakan bahwa fitoestrogen dalam kedelai memiliki  

efek estrogen yang lemah. 


 Walaupun demikian para peneliti belum mendapat  bukti klinis 

kuat mengenai efek negatif terhadap sistem reproduktif dan fungsi 

endokrin. sedang  fungsi imun dan parameter neurokognitif 

memperlihatkan hasil sama dengan bayi yang mendapat susu 

formula.  kajian sistematis dengan metaanalis terhadap keamanan 

formula berbasis kedelai untuk anak menyimpulkan bahwa anak 

yang mendapat susu formula isolat protein kedelai memiliki  

pola pertumbuhan, metabolisme dan kesehatan tulang, reproduksi, 

endokrin, sistem imun, dan fungsi neurologi yang sama dengan 

anak yang mendapat susu formula sapi. Susu formula isolat protein 

kedelai merupakan alternatif untuk anak. 

 

 Pada kajian ilmiah terbaru memperlihatkan kadar genistein dan 

daidezein lebih tinggi pada anak yang mengonsumsi formula kedelai. 

Dalam formula isolat protein kedelai, isoflavon genistein dan 

daidzein terdapat dalam bentuk konjugasi dan tidak berpengaruh 

pada efek hormonal. Pada kajian ilmiah terbaru itu  

disimpulkan bahwa formula kedelai aman, namun sementara ini 

berbagai organisasi anak dunia belum memberikan pernyataan 

mengenai keamanan soya pada anak di bawah 6 bulan.


1.4. Fitat 

 Isolat protein kedelai mengandung fitat sebesar 1-2%, yang 

dapat mengganggu absorpsi mineral dan trace elements. Reduksi 

kandungan fitat telah dilakukan pada semua produk formula 


dengan isolat protein kedelai sehingga meningkatkan absorpsi dan 

availabilitas zink, tembaga, dan mineral lain.

 

    

2.   Formula hidrolisat ekstensif dan asam amino

 Masalah akseptabilitas, penelitian menunjukkan bahwa pajanan terha-

dap rasa dan bau spesifik pada awal kehidupan akan memengaruhi pe-

nerimaan terhadap formula tertentu. Oleh karena itu, bayi yang telah 

terpajan ASI atau formula standar pada bulan-bulan pertama kehidupan 

lebih sulit menerima formula hidrolisat ekstensif atau formula asam 

amino karena aroma dan rasanya yang khas. Namun demikian, variasi 

waktu (timing) terjadinya pajanan yang berpengaruh bermakna terhadap 

penerimaan masih perlu diteliti lebih lanjut.

Umumnya bayi sebelum 4 bulan lebih mudah menerima pemberian formula 

ektensif terhidrolisat atau formula asam amino


1. Pada pasien alergi, pilihan pertama adalah formula ekstensif terhidrolisat 

atau formula asam amino tergatung dari tingkat keparahan alergi.

2. Bila ada masalah dana/ketersediaan susu formula asam amino, dapat 

dicoba susu terhidrolisat ekstensif 

3. Bukti kajian ilmiah terhadap efek samping pada manusia tidak cukup 

kuat sehingga formula isolat protein kedelai dapat diberikan pada anak

4. Bila ada masalah dana dan ketersediaan susu terhidrolisat ekstensif, 

sebagai alternatif dapat diberikan formula isolat protein kedelai dengan 

pemberian edukasi.



Lanjutkan pemberian ASI•

Ibu dapat diet normal atau•

Pertimbangkan diagnosis alergi  makanan lain (telur, seafood, kacang, dll) atau alergi susu •

sapi bersamaan dengan alergi makanan lain

Pertimbangkan diagnosis lain•

pengobatan   Alergi Susu Sapi 

pada Bayi dengan  ASI Eksklusif

Tata  Laksana  Alergi Susu Sapi pada 

Bayi dengan Susu Formula